Senin, 21 Maret 2011

Mengakui Salah, Contohlah Orang Jepang!


blog-apa-aja.blogspot.com
Beberapa minggu ini media massa Negeri Sakura ditaburi berita tentang seorang mantan artis idola ternama yang terjerat sanksi hukum karena telah mengkonsumsi barang sejenis psikotropika. Belum hilang dari ingatan, beberapa bulan yang lalu juga, seorang personil group musik ternama di negeri ini (Jepang) ditahan pihak aparat karena kedapatan mabuk dan bertelanjang bulat di sebuah kompleks taman di Tokyo. Menariknya, kedua orang ini berbicara di depan puluhan media massa, menyatakan dengan lantang bahwa mereka telah melakukan kesalahan dan berjanji dengan tegas tidak akan mengulanginya lagi.



Tentu di luar permasalahan yang berkaitan dengan orang ternama, masih banyak lagi kasus lain yang akhirnya sampai di meja aparat, mulai dari pemalsuan daging berkualitas di sebuah restoran, korupsi dalam perpolitikan, hingga kekerasan fisik di lembaga pendidikan sumo yang mengakibatkan kematian. Intinya, seorang yang melanggar peraturan, tanpa memandang terkenal atau bukan, kaya atau miskin, patut dikenakan sanksi yang sepadan. Tentu, ini bukan hal Baru bagi semua insan di jagad raya ini.


Terlepas dari seberapa besar, lama, serta pengaruh-pengaruh sanksi yang didapat, ada suatu budaya menarik yang bisa kita cermati dari negeri asal Mushashi ini, yaitu berani mengakui kesalahan secara terbuka dan meminta maaf dengan tulus karena perilakunya telah meresahkan masyarakat luas.


Mungkin hal ini terkesan sederhana, tapi kalau kita perhatikan ungkapan sesal dan permohonan maaf ini tidak hanya melibatkan orang yang bersangkutan, namun sampai pada perusahan atau instansi tempat orang itu bernaung. Bahkan, seringkali kita bisa saksikan orang yang memiliki posisi tertinggi dalam organisasi itulah yang lebih bertanggung jawab, sampai-sampai beberapa dari mereka akhirnya memilih mengundurkan diri dari posisinya karena kejadian tersebut.


Mengapa hal ini bisa terjadi dan sampai sejauh mana sebenarnya rasa tanggung jawab yang dimiliki pimpinan-pimpinan di negeri yang dipandang maju ini?


Dari berbagai percakapan di Jepang, pada dasarnya kata “maaf” atau dalam bahasa mereka “sumimasen” acap kali terlontar, entah ketika mereka berhadapan dengan seseorang dalam suatu pertemuan yang tidak disengaja, atau dalam perjumpaan yang telah disepakati. Memang, kata ini sering hanya diartikan sebagai ungkapan permisi, meski kenyataannya, kata ini telah diaplikasikan dalam arti yang lebih luas.


Ungkapan ini tentu tidak mengacu pada kata maaf yang mereka sampaikan secara ugahari karena kesalahan yang telah mereka perbuat. “Hansai” atau apa yang mereka istilahkan sebagai refleksi diri sebetulnya adalah ide sentral dari kebudayaan negeri ini.


Ungkapan ini merupakan pengakuan bahwa mereka benar-benar telah melakukan sesuatu kekeliruan dan dengan ini bersedia memperbaikinya. Seorang pimpinan atau manajer adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam perusahan atau instansinya, sehingga merekalah yang mesti berhadapan dengan publik secara langsung.


Bagaimana dengan negeri kita sendiri, Indonesia. Banyak pejabat justru dengan bangga melakukan berbagai kesalahan dan perbuatan korupsi yang menyakiti hati rakyatnya. Beranikah kita mengakui salah dan mundur dari jabatan yang diemban kalau memang bersalah.



Christianus I Wayan Eka, MAasisten pengajar pada Faculty of Policy Studies and Faculty of Information Sciences and Engineering, Nanzan University, Jepang
Source (blog-apa-aja.blogspot.com) :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan layanan masyarakat

info orang hilang